Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu (?)

Alhamdulillah, setelah sekitar 8 (delapan) hari aksi genocide gerombolan (negara) yahudi di tanah Gaza, Palestina, aksi tersebut diakhiri. Kejadian tersebut diakhiri dengan diadakannya gencatan senjata antara kedua belah pihak yang mengharuskan kedua pihak mengehentikan serangan satu sama lain dan juga membuka blokade barang ke sana (untuk berita lebih lengkapnya lihat tautan  http://aje.me/SSiwnM). 

Kesepakatan gencatan senjata itu, yang diperantarai Mesir, berlaku mulai pukul 21.00 waktu setempat (Kamis, 02.00 WIB) (http://bit.ly/QaPIKN). Gencatan sejata tersebut juga menandai berakhirnya pertempuran yang menyebabkan meninggalnya 162 warga Palestina.

Tetapi yang jadi pertanyaan (yang bahkan sebenarnya tidak perlu menjadi pertanyaan karena jawabannya sudah jelas, sejelas matahari di langit cerah khatulistiwa), apakah dengan gencatan senjata ini kepedulian kita yang sudah ditunjukkan dengan gencarnya dukungan yang salah satunya melalui sosial media (sayangnya bukan media) harus berhenti? Juga gelontoran dana untuk pembangunan sarana umum, juga haruskah berhenti? Apakah tautan ekspor amunisi berupa do’a kepada saudara – saudara kita juga harus mengalami “gencatan” ?

Tanpa coba menjawab pertanyaan di atas, beberapa hari yang lalu saya secara “kebetulan” menemukan sebuah karya sastra anak bangsa terkait Palestina. Tentu kita semua sudah mengenal seorang Taufiq Ismail seorang penyair angkatan 66 (kalau gak salah saya dapat istilah ini di pelajaran bahasa Indonesia dulu, mohon di koreksi kalau salah 🙂 ) yang tersohor. Salah satu karyanya yang hampir sama judulnya dengan judul tulisan di atas yaitu “Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu”  adalah karya yang baru saja saya temukan dan baca beberapa hari lalu. Melihat bahwa karya tersebut sudah dibuat sejak tahun1989 (waktu saya masih berstatus bocah ingusan, bahkan jabang bayi 🙂 )  membuat saya kembali tersadar betapa lama dan panjangnya perjuangan saudara Palestina kita. Sedangkan bantuan dana, do’a dan, apapun yang bisa dilakukan hanya ada jika serangan besar atau ada momen-momen khusus terkait negara tersebut.

.

.

Dan penyesalan diringi dengan pertanyaan pun muncul.

“Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu (?) ”

Melupakanmu, sedangkan aku hidup enak di tanah yang damai ini.

Melupakanmu bagai kita adalah bangsa yang tidak berhubungan sama sekali.

Melupakanmu dengan tak acuh akan keadaanmu.

Melupakanmu dengan berhenti mengirim do’a dan dukungan walaupun sesaat.

Berganti dengan pernyataan sumpah dan ikrar dalam diri.

Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu

Sedangkan kita adalah saudara seiman yang diikat tali aqidah.

Sedangkan perjuanganmu adalah perjuangan seluruh umat muslim di dunia.

Sedangkan perjuanganmu  dan perjuanganku memiliki satu vektor besar yang sama.

Vektor ibadah meraih ridha Allah.

.

.

Bismillah, semoga (kita) bisa tetap istiqamah dalam berjuang dan beramal.

Wallahu ‘alam

nb: Berikut saya lampirkan puisi karya Taufiq Ismail berjudul “Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu”, yang menginspirasi tulisan saya kali ini.

Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu

oleh Tufiq Ismail

Ketika     rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer 
dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir 
dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran 
di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan 
mengepulkan debu yang berdarah.

Ketika     luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan
apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di
Tel Aviv dimasukkan dalam fail lemari kantor
agraria, serasa kebun kelapa dan pohon mang-
gaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas 
mereka.

Ketika     kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai
kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-
sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening
kita semua, serasa runtuh lantai papan surau
tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an
40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan
yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini
ditetesi
air
mataku.

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu

Ketika     anak-anak kecil di Gaza belasan tahun  bilangan
umur mereka, menjawab laras baja dengan tim-
pukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan
tangan dan lengannya, siapakah yang tak 
menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang
dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda
mereka yang patah akan bertaut dan mengulur
kan rantai amat panjangnya, pembelit leher
lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka.

Ketika     kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-
Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim
Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang diba-
cakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami
semua berdegup dua kali lebih gencar lalu ter-
sayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kami
pun memancar ke atas lalu meneteskan guratan
kaligrafi

‘Allahu Akbar!’
dan 
‘Bebaskan Palestina!’

Ketika    pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi
dusta, menebarkannya ke media cetak dan 
elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi
di padang pasir belantara, membangkangit reso-
lusi-resolusi majelis terhormat di dunia, mem-
bantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser
Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun
berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at
sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh
dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, 
yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu
dengan kukuh kita bacalah
‘laquwwatta illa bi-Llah!’

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku.

Sumber :  foto dan puisi

Antara Persepsi Iman dan Akal (Bag 1:Pelajaran dari 3 Ekor Lalat)

Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian,hendaknya ia mencelupkan ke dalam minuman tersebut, kemudian membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat penawarnya. (HR. Bukhari)

“Ohh…baiklah”.

Seingat saya, kata itulah yang pertama kali muncul dalam benak pada saat pertama kali mendengar hadits tersebut.  Terkadang beberapa kali terlintas juga secara iseng dalam pikiran, “Gimana yah cara menangkap seekor lalat (untuk dicelupkan) yang kelincahannya cukup terkenal dikalangan golongan serangga tersebut, apa harus belajar kungfu dulu biar bisa nangkep pake sumpit kayak di film (hehe).” Karena memang selama pengalaman berhubungan dengan yang namanya lalat, mentok-mentok paling cuma hinggap aja di pinggiran gelas. Tidak pernah sekalipun sang lalat dengan kesadarannya sendiri terjun bebas ke dalam gelas yang berisi air minum.

Hari-hari pun berlalu dengan tidak terlalu memikirkan lagi akan hadits tersebut. Hingga pada suatu hari di kota Tanggerang, saat sedang berkunjung ke rumah pembimbing tugas akhir saya waktu berkuliah dulu. Seolah – olah Allah ingin menjawab rasa penasaran saya yang sudah memudar setelah sekian lama.  Entah kenapa tiba-tiba dengan sukarela ada tiga ekor lalat menceburkan diri dengan sukses atau bahasa gaulnya “nyemplung” ke dalam gelas yang berisi kopi hangat yang sedang saya minum. Dan berenang – renang agak meronta dengan santainya. Gak percaya? cekidot…

Kaget dan merasa jijk..tentu adalah reaksi normal bagi orang kebanyakan, apalagi dengan “cap” kotor yang sudah menempel erat pada lalat yang terkenal suka hinggap dimana saja. Dan itu pula yang saya rasakan dan pikirkan saat itu.

Membuang kopi yang sudah terkontaminasi mungkin merupakan solusi terbaik yang terpikir dan dapat dilakukan. Tetapi entah bagaimana, tiba-tiba teringat hadits yang sudah lama saya baca tersebut.  Sesaat, perang singkat pun terjadi dalam pikiran, antara membuang kopi tersebut sehingga memperkecil resiko terkena penyakit bawaan lalat, atau mencoba mengamalkan (sambil bereksperimen) hadist tersebut yang jarang – jarang ada kesempatan kayak gini.

Perang pun berakhir, dan pikiran kedua menang. Dengan sedikit ragu, satu per satu lalat yang masih berenang dengan gaya bebas (atau gaya lalat :)) tersebut saya celupkan kedalam kopi lalu saya buang. (catatan: alhamdulillah begitu dibuang lalat langsung terbang dengan bebas dan sehat wal ‘afiat, jadi buat para pejuang hak asasi lalat, tidak usah repot-repot menuntut saya :p)

Dan akhirnya dengan perasaan bercampur baur, kopi pun saya seruput hingga habis. (Kalau sahabat tidak percaya, sebenarnya ada foto buktinya tapi sengaja tidak dipublikasikan dengan alasan keselamatan kita semua..lho??) Dan hasilnya?? Tidak merasa apa – apa sih sebenarnya selain perasaan lega karena rasa penasaran berhasil terpuaskan, lega karena tidak ada gangguan kesehatan apapun setelahnya, juga lega karena insyaAllah sudah mengamalkan suatu anjuran Rasulullah saw.

Nah apa pelajaran dari kejadian (yang berkesan) gak penting dan iseng – iseng tersebut?

Setelah mencoba memikirkannya dalam – dalam, saya akhirnya mendapat suatu hipotesa yaitu terkadang dalam menghadapi konsekuensi keimanan yang salah satu bentuknya berupa kewajiban, larangan, perintah, ataupun anjuran. Kita seringkali membenturkannya dengan akal kita, sehingga konsekuensi-konsekuensi keimanan yang kita anggap tidak masuk akal (tidak logis) tidak kita amalkan bahkan kita ingkari. Tapi sadarkah kawan kalau ternyata bukannya konsekuensi (keimanan) tersebut yang tidak ‘masuk akal’ tapi akal kita yang tidak ‘masuk iman’. Bingung? Sama… dong, hehe 🙂

Contoh, misalnya yang sering kita lakukan setiap hari, gerakan shalat. Kalau ditanyakan kepada orang diluar muslim, yang sama sekali belum pernah melihat seseorang melakukan shalat, pasti mereka akan merasa aneh dan berfikir sangat tidak masuk diakal gerakan – gerakannya. Setelah sekian lama dilaksanakan oleh umat muslim, ternyata bisa dijelaskan secara logika baru-baru ini salah satu (salah satu lho..) dari hikmah gerakan shalat, yaitu saat orang ramai membicarakan hikmah dan keuntungan gerakan shalat bagi kesehatan. Walaupun begitu insyaAllah kita sebagai seorang muslim melakukannya karena logika iman kita untuk melakukannya sudah terpenuhi, yaitu karena diperintahkan Allah dan dicontohkan Rasulullah. Nah apakah dulu saat awal melakukannya sibuk mencari alasan logis yang sesuai dengan ilmiah dulu baru mau melakukannya? tentu tidak kan.

Nah kembali ke judul awal, apa sih persepsi iman dan persepsi logika itu sendiri? Persepsi dapat kita artikan secara mudah sebagai sudut pandang. Sehingga persepsi iman adalah bagaimana kita menghadapi/menyikapi suatu persoalan dari sudut pandang iman.  Begitu pula dengan persepsi akal.

Contoh penyikapan tersebut sudah coba saya ilustrasikan dengan kejadian tiga ekor lalat tersebut. Sebuah kejadian yang walaupun remeh , karena diliat dari sudut pandang iman, dapat memberikan suatu hikmah baru khususnya untuk saya pribadi.

Terus kalau ada dua persepsi tadi, iman dan akal itu bersebrangan? Lalu seberapa hebatkah logika iman itu sampai – sampai mengalahkan logika akal sehingga harus dimenangkan di atasnya??

Bersambung…

next: Antara Persepsi Iman dan Akal (Bag 2: Se-cartridge tinta melawan Samudra)

nb: pada awalnya akan saya buat judul dengan tulisan iman vs logika, ternyata setelah difikir lagi judul tersebut kurang tepat. kenapa? lihat di bagian 2 ya..:)

Inspirasi Siang Hari di Kota Depok (Pembentukan Yayasan)

Kantor pusat ppsdms (ppsdms.org)

“Orang yang hebat adalah orang yang dapat memberikan inspirasi bagi orang yang berinteraksi dengannya.” Setidaknya hal itulah yang selalu saya yakini ketika berinteraksi dengan sesorang. Terlebih lagi kalau inspirasi itu adalah inspirasi untuk berbuat kebaikan. Dan inspirasi itulah yang saya dapatkan beberapa hari yang lalu. Tepatnya hari Selasa 23 Agustus / Ramadhan lalu saya beserta beberapa orang teman mendapatkan kesempatan untuk mendapat inspirasi itu.

Adalah Pak Bachtiar Firdaus , orang yang pada hari siang itu memberikan inspirasi yang luar biasa. Beliau adalah manajer bidang program kemitraan dan juga salah satu “founding father” PPSDMS-NF (Program pembinaan sumber daya manusia strategis Nurul Fikri). PPSDMS (liat profil lengkapnya di ppsdms.org) adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang pembentukan pemimpin masa depan yang berbasis pembinaan berbentuk asrama yang tersebar pada beberapa perguruan tinggi negeri.

Dilatarbelakangi rencana saya dan beberapa orang teman almuni dan calon almuni ITB untuk membentuk suatu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan pembentukan karakter. Kami pun bertolak dari Bandung untuk mengadakan studi banding ke PPSDMS yang kantor pusatnya berada di bilangan kota Depok. Sebuah yayasan yang menurut perspektif kami cukup besar, mapan, dan sukses.

Jam menunjukkan pukul 13.35 saat kami sampai disana, yang itu berarti terlambat 35 menit dari janji kami untuk bertemu, yaitu pukul 13.00. Keterlambatan yang disebabkan oleh suatu kejadian yang cukup membuat diri tersenyum kalau mengingatnya. (sengaja tidak saya ceritakan disini, khawatir membuka aib saudara sendiri…terus buat yang merasa lalu membaca ini, satu kata dari saya: ”Pisss”, hehe..). Sebuah kesalahan kecil yang membuat kami harus berjalan memutar cukup jauh untuk mencapai tempat tujuan.

Setelah sampai dan shalat , kami segera menemui beliau di kantornya. Beliau segera menyambut kami dengan hangat tanpa menyuguhi sesuatu (ya iyalah ..bulan puasa gitu.., hehe). Diawali dengan pembukaan dan penjelasan maksud kami datang kesini , dll. Beliau pun memulai dengan sharing pendirian awal PPSDM yang penuh liku, perjuangan, dan pengorbanan. Sehingga begitu mendengarnya, terbesit dalam benak bahwa wajar saja organisasi ini dapat sebesar sekarang.

Mulai dari mimpi yang besar, keterbatasan sumber daya, perjuangan memperjuangkan idealisme , hingga pengorbanan yang besar (salah satunya bagaimana pengurusnya pada awal-awal pembentukannya harus tahan untuk tidak digaji). Organisasi yang memulai programnya pada tahun 2002 dari satu asrama dan kantor yang sangat kecil ini , dapat berkembangan memliki asrama yang banyak dan kantor yang bisa dibilang cukup megah.

Selama sesi sharing dan tanya jawab tersebut, beliau menyampaikan beberapa tips bagaimana sebuah yayasan bisa menjadi yayasan yang besar. Yang pertama adalah Legalitas lembaga, tidak usah diperdebatkan deh apa pentingnya legalitas bagi suatu organisasi, terlebih suatu yayasan. Yang kedua adalah adanya SDM yang full time mengurusi yayasan tersebut, sehingga suatu yayasan tidak menjadi yayasan yang angin-anginan. Yaitu banyak agenda kalau para pengurusnya senggang saja (istilah beliau adalah paguyuban yang keberjalannya hidup segan , mati tak mau). Yang ketiga adalah modal awal sehingga program yang direncanakan dapat berjalan. Yang keempat adalah program yang baik, profesional, dan menjual ditambah dengan PR (Public Relation) yang baik. Lalu yang terakhir adalah daya ungkit yang baik (dalam bahasa beliau adalah dewan pembina dan penyantun yang baik dan berpartisipasi aktif). Yang kesemuanya dikemas dalam mimpi besar pada awalnya. Dan visi yang jelas mau dibawa kemana organisasi tersebut pada akhirnya, entah 3 tahun kedepan, 5 tahun kedepan, dan seterusnya. Yang kalau menggunakan istilah Stephen Covey adalah “Start from the end” atau “Maalikiyau middin” dalam terminologi Al-Qur’an.

Selain tips tadi, pengetahuan akan lembaga yang akan kita buat juga tidak kalah pentingnya. Untuk sebuah yayasan misalnya ada beberapa peraturan berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah yang mengatur hal ini, peraturan tersebut antara lain:

(PP RI No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Tentang Yayasan) http://prokum.esdm.go.id/pp/2008/PP%2063%202008.pdf

(UU No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No.16 Tahun 2001)http://djkd.depdagri.go.id/download.php?namafile=46_1.pdf&jenis=produkhukum

(UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan)http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/42/333.bpkp

Setelah sekian lama berbincan tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, kami pun harus mengakhiri pertemuan singkat kami. Berbekal insiprasi, kami bertolak ke kampus UI untuk menunggu waktu berbuka. Setelah shalat Isya kami langsung berangkat ke kota Bandung tercinta. Lalu apakah yayasan kami akan menjadi yayasan yang besar dan berkontribusi nyata untuk banga dan umat manusia secara umum? Biarkan kami dan waktu yang akan menjawabnya.

🙂

Bulan Ramadlan : Stasiun Besar Musafir Iman (KH Rahmat Abdullah)

Tulisan ustad yang satu ini memang selalu menjadi salah satu favorit saya. Selain gaya bahasanya yang indah walaupun terkadang (bahkan seringkali) membingungkan , makna yang terkandung di dalam penuturan tulisannya selalu sarat akan hikmah,  seolah tidak habis-habis untuk digali dan dibaca berulang-ulang. Kalau katanya kritikus makanan yang terkenal…top markotop deh…hehe. Tanpa berpanjang-lebar ,tema tulisan beliau kali ini tentang Ramadhan yang secara kebetulan saya dapatkan ketika lagi searching2 tulisan tentang Ramadhan. Semoga bermanfaat sahabat. ^^

.

Bulan Ramadlan : Stasiun Besar Musafir Iman

Oleh : Ustadz KH Rahmat Abdullah (Allahu yarham)

Tak pernah air melawan qudrat yang ALLAH ciptakan untuknya, mencari dataran rendah, menjadi semakin kuat ketika dibendung dan menjadi nyawa kehidupan. Lidah api selalu menjulang dan udara selalu mencari daerah minimum dari kawasan maksimum, angin pun berhembus. Edaran yang pasti pada keluarga galaksi, membuat manusia dapat membuat mesin pengukur waktu, kronometer, menulis sejarah, catatan musim dan penanggalan. Semua bergerak dalam harmoni yang menakjubkan.

Ruh pun – dengan karakternya sebagai ciptaan ALLAH – menerobos kesulitan mengaktualisasikan dirinya yang klasik saat tarikan gravitasi ‘bumi jasad’ memberatkan penjelajahannya menembus hambatan dan badai cakrawala.

Kini – di bulan ini (Ramadhan)– ia jadi begitu ringan, menjelajah ‘langit ruhani’. Carilah bulan – diluar Ramadlan – saat orang dapat mengkhatamkan tilawah satu, dua, tiga sampai empat kali dalam sebulan. Carilah momentum saat orang berdiri lama di malam hari menyelesaikan sebelas atau dua puluh tiga rakaat. Carilah musim kebajikan saat orang begitu santainya melepaskan ‘ular harta’ yang membelitnya.

Inilah momen yang membuka seluas-luasnya kesempatan ruh mengeksiskan dirinya dan mendekap erat-erat fitrah dan karakternya.

Marhaban ya Syahra Ramadlan Marhaban Syahra’ Shiyami

Marhaban ya Syahra Ramadlan Marhaban Syahra’ al-Qiyami

Keqariban di Tengah Keghariban (pendekatan diri ditengah keterasingan)

Ahli zaman kini mungkin leluasa menertawakan muslim badui yang bersahaja, saat ia bertanya: “Ya Rasul ALLAH, dekatkah Tuhan kita, sehingga saya cukup berbisik saja atau jauhkah Ia sehingga saya harus berseru kepada-Nya?”

Sebagian kita telah begitu ‘canggih’ memperkatakan Tuhan. Yang lain merasa bebas ketika ‘beban-beban orang bertuhan’ telah mereka persetankan.

Bagaimana rupa hati yang Ia tiada bertahta disana? Betapa miskinnya anak-anak zaman, saat mereka saling benci dan bantai. Betapa sengsaranya mereka saat menikmati kebebasan semu; makan, minum, seks, riba, suap,
syahwat, dan seterusnya. padahal mereka masih berpijak di bumi-Nya.

Betapa menyedihkan, kader yang grogi menghadapi kehidupan dan persoalan, padahal Ia yang memberinya titah untuk menuturkan pesan suci-Nya. Betapa bodohnya masinis yang telah mendapatkan peta perjalanan, kisah kawasan rawan, mesin kereta yang luar biasa tangguh dan rambu-rambu yang sempurna, lalu masih membawa keluar lokonya dari rel, untuk kemudian menangis-nangis lagi di stasiun berikut, meratapi kekeliruannya. Begitulah berulang
seterusnya.

Semua ayat dari 183-187 surat Al-Baqarah bicara secara tekstual tentang puasa. Hanya satu ayat yang tidak menyentuhnya secara tekstual, namun sulit untuk mengeluarkannya dari inti hikmah puasa. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (katakanlah): ‘Sesungguhnya Aku ini dekat…” (Al-Baqarah:185).

Apa yang terjadi pada manusia dengan dada hampa kekariban (kedekatan) ini? Mereka jadi pandai tampil dengan wajah tanpa dosa didepan publik, padahal beberapa menit sebelum atau sesudah tampilan ini mereka menjadi drakula dan vampir yang haus darah, bukan lagi menjadi nyamuk yang zuhud. Mereka menjadi lalat yang
terjun langsung ke bangkai-bangkai, menjadi babi rakus yang tak bermalu, atau kera, tukang tiru yang rakus.

Bagaimana mereka menyelesaikan masalah antar mereka? Bakar rumah, tebang pohon bermil-mil, hancurkan hutan demi kepentingan pribadi dan keluarga, tawuran antar warga atau anggota lembaga tinggi negara, bisniskan hukum,
jual bangsa kepada bangsa asing dan rentenir dunia. Berjuta pil pembunuh mengisi kekosongan hati ini. Berapa lagi bayi lahir tanpa status bapak yang syar’i? Berapa lagi rakyat yang menjadi keledai tunggangan para politisi
bandit? Berapa banyak lagi ayat-ayat dan pesan dibacakan sementara hati tetap membatu? Berapa banyak kurban berjatuhan sementara sesama saudara saling tidak peduli?

Nuzul Qur’an di Hira, Nuzul di Hati

Ketika pertama kali Alqur’an diturunkan, ia telah menjadi petunjuk untuk seluruh manusia. Ia menjadi petunjuk yang sesungguhnya bagi mereka yang menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ia benar-benar
berguna bagi kaum beriman dan menjadi kerugian bagi kaum yang zalim. Kelak saatnya orang menyalahkan rambu-rambu, padahal tanpa rambu-rambu kehidupan menjadi kacau. Ada juga orang berfikir, malam qadar itu selesai sudah, karena ALLAH menyatakannya dengan Anzalnahu (kami telah menurunkannya), tanpa melihat tajam-tajam pada katatanazzalu’l Malaikatu wa’l Ruhu (pada malam itu turun menurunlah Malaikat dan Ruh), dengan kata kerja permanen.

Bila malam adalah malam, saat matahari terbenam, siapa warga negeri yang tak menemukan malam; kafirnya dan mukminnya, fasiqnya dan shalihnya, munafiqnya dan shiddiqnya, Yahudinya dan Nasraninya? Jadi apakah malam itu malam fisika yang meliput semua orang di kawasan?

Jadi ketika Ramadlan di gua Hira itu malamnya disebut malam qadar, saat turun sebuah pedoman hidup yang terbaca dan terjaga, maka betapa bahagianya setiap mukmin yang sadar dengan Nuzulnya Alqur’an di hati pada malam qadarnya masing-masing, saat jiwa menemukan jati dirinya yang selalu merindu dan mencari sang Pencipta. Yang tetap terbelenggu selama hayat dikandung badan, seperti badan pun tak dapat melampiaskan kesenangannya, karena selalu ada keterbatasan bagi setiap kesenangan. Batas makanan dan minuman yang lezat adalah kterbatasan perut dan segala yang lahir dari proses tersebut. Batas kesenangan libido ialah menghilangnya kegembiraan di puncak
kesenangan. Batas nikmatnya dunia ialah ketika ajal tiba-tiba menemukan rambu-rambu:Stop!

Alqur’an dulu, baru yang lain

Bacalah Alqur’an, ruh yang menghidupkan, sinari pemahaman dengan sunnah dan perkaya wawasan dengan sirah, niscaya Islam itu terasa ni’mat, harmoni, mudah, lapang dan serasi. Alqur’an membentuk frame berfikir. Alqur’an
mainstream perjuangan. Nilai-nilainya menjadi tolok ukur keadilan, kewajaran dan kesesuaian dengan karakter, fitrah dan watak manusia. Penguasaan outline-nya menghindarkan pandangan parsial juz-i. Penda’wahannya dengan kelengkapan sunnah yang sederhana, menyentuh dan aksiomatis, akan memudahkan orang memahami Islam, menjauhkan perselisihan dan menghemat energi ummat.

Betapa da’wah Alqur’an dengan madrasah tahsin, tahfiz dan tafhimnya telah membangkitkan kembali semangat keislaman, bahkan di jantung tempat kelahirannya sendiri. Ahlinya selalu menjadi pelopor jihad di garis depan,
jauh sejak awal sejarah ummat ini bermula. Bila Rasulullah meminta orang menurunkan jenazah dimintanya yang paling banyak penguasaan Qur’annya. Bila menyusun komposisi pasukan, diletakkannya pasukan yang lebih banyak
hafalannya. Bahkan di masa awal sekali, ‘unjuk rasa’ pertama digelar dengan pertanyaan ‘Siapa yang berani membacakan surat Arrahman di Ka’bah?’. Dan Ibnu Mas’ud tampil dengan berani dan tak menyesal atau jera walaupun pingsan dipukuli musyrikin kota Makkah.

Puasa: Da’wah, tarbiah, jihad dan disiplin

Orang yang tertempa makan (sahur) di saat enaknya orang tertidur lelap atau berdiri lama malam hari dalam shalat qiyam Ramadlan setelah siangnya berlapar-haus, atau menahan semua pembatal lahir-batin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah dan kehidupannya, tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan. Musuh-musuh ummat mestinya belajar untuk mengerti bahwa bayi yang dilahirkan di tengah badai takkan gentar menghadapi deru angin. Yang biasa menggenggam api jangan diancam dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air di akhir malam, lapar dan haus di terik siang.

Mereka terbiasa memburu dan menunggu target perjuangan, jauh sampai ke akhirat negeri keabadian, dengan kekuatan yakin yang melebihi kepastian fajar menyingsing. Namun bagaimana mungkin bisa mengajar orang lain, orang yang tak mampu memahami ajarannya sendiri? “Faqidu’s Syai’ la Yu’thihi” (Yang tak punya apa-apa tak akan mampu memberi apa-apa).

Wahyu pertama turun di bulan Ramadlan, pertempuran dan mubadarah (inisiatif) awal di Badar juga di bulan Ramadlan dan Futuh (kemenangan) juga di bulan Ramadlan. Ini menjadi inspirasi betapa madrasah Ramadlan telah memproduk begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang dari masyriq ke maghrib zaman.

Bila mulutmu bergetar dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits, mulut mereka juga menggetarkan kalimat yang sama. Adapun hati dan bukti, itu soal besar yg menunggu jawaban serius.

.

sumber

tulisan:http://www.al-ikhwan.net/bulan-ramadlan-stasiun-besar-musafir-iman-2965/

gambar: railfanskulonrailwaysblogspot.com

Menyambut Ramadhan dengan Asa

Alhamdulillah setelah lebih dari sebulan tidak muncul dalam dunia tulis-menulis blog. Hari ini di hari pertama di bulan Ramadhan yang mulia ini saya kembali mendapatkan kesempatan untuk berbagi inspirasi. Dan untuk tema tulisan kali ini tidak jauh dengan realita yang ada, yaitu menyambut bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan seperti yang mayoritas umat muslim ketahui, adalah suatu waktu yang sangat agung dan istimewa dalam ajaran islam. Sehingga tidak jarang Ramadhan dijadikan suatu momentum dan inspirasi untuk melakukan suatu perubahan diri menuju yang lebih baik.

Di Negeri kita yang tercinta ini, banyak cara dan gaya dalam menyambut Ramadhan. Kesemuanya berbeda tergantung keadaan dan budaya masyarakat sekitar. Di Jawa Barat kita kenal ada acara “Munggahan”, di Jawa Timur kita kenal “Padusan”, dan lain-lain. Karena bukan ini yang akan saya angkat jadi dicukupkan saja bahasannya :).

Kembali dalam rangka menyambut Ramadhan. Sesuai dengan judulnya, terinspirasi oleh ceramah taraweh pembukaan Ramadhan yang saya rasa hampir mirip di berbagai tempat (pake khutbah nya Rasulullah yang memaparkan keutamaan-keutamaan Ramadhan) . Ternyata salah satu cara menyambut Ramadhan adalah dengan memupuk asa.

Asa a.k.a harapan memang harus senantiasa kita pupuk jika kita mau menjadi pribadi yang sukses dalam bidang apapun. Termasuk dalam menyambut dan menjalani Ramadhan. Yakin deh dengan setumpuk asa, insyaAllah kita akan dapat menjalani segala kegiatan di dalam Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

Apa hubungannya asa dengan sukses dibulan Ramadhan?  Terus gimana cara agar asa selalu terpupuk sehingga Ramadhan kita insyaAllah sukses?

Ramadhan adalah salah satu waktu yang istimewa, dimana Allah banyak memberikan kita keistimewaan yang banyak. Salah satunya adalah dibukanya lebar-lebar pintu surga dan rahmat, juga ditutupnya rapat-rapat pintu neraka, dan masih banyak lagi.  Tentu kita berharap agar segala yang kita lakukan dapat dinilai sebagai ibadah di sisi Allah sehingga kita dapat mendapatkan keutamaan yang banyak dan tidak didapat diwaktu yang lain tersebut.

Ternyata untuk menumbuhkan dan memupuk asa, tidak semudah untuk diucap (tulis) kan, ada dua hal minimal yang harus kita persiapkan. Yang pertama adalah ilmu, yang kedua adalah keyakinan (keimanan).

Persiapan pertama adalah ilmu, dengan ilmu kita dapat mengetahui segala kebaikan dan keutamaan dalam bulan Ramadhan. Sehingga dapat menjadi moivasi kita dalam beribadah. Seperti contohnya:

“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu” (HR. Muslim)

Lalu dengan ilmu, kita juga kita dapat mengetahui segalam macam cara beribadah yang  benar sehingga segala ibadah kita tidak sia-sia oleh karena kita salah dalam mengamalkannya. Contoh tidur untuk ibadah dalam bulan Ramadhan. Emang gak salah sih, tapi alangkah lebih baiknya kan jika kita isi waktu kita untuk hal yang jauh lebih bermanfaat selain tidur :).  Juga dalam hal tarawih, kecil emang tapi pernah diingatkan bahwa terkadang kita ke masjid pada saat adzan isya itu niatnya buat tarawih, bukan buat shalat isya berjamaah tepat waktu dimasjid dulu. Emang gak salah – salah amat juga sih, tapi kan sayang kalau kita lebih “mendahulukan” yang sunnah daripada yang wajib (yang insyaAllah pahalanya juga lebih besar).

Lalau..yang kedua, setelah ilmu yang ternyata tidak cukup. Kita juga harus berusaha memiliki keyakinan (keimanan). Kenapa tidak cukup? Coba saja kita tanya ke dalam diri kita. Apakah kita sudah tahu keutamaan dalam bulan Ramadhan? Kalau sudah apakah kita sudah bersungguh-sungguh mengejar keutamaan tersebut? Jika belum bisa dibilang keimanan kita belum cukup untuk mengaktivasi ilmu kita menjadi amal nyata.

So…mumpung masih awal Ramadhan. Muailah cari sebanyak-banyaknya ilmu tentang keutamaan dan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan.  Dekatkan diri kita kepada Allah, dan minta (berdo’a) kepada Allah agar kita diberi keimanan untuk meyakini dan mengamalkan ilmu yang kita punya. Sehingga asa dalam diri kita akan terpupuk sedikit demi sedikit bukan hanya dalam bulan Ramadhan tapi dibulan lain juga insyaAllah.

Terakhir…dengan memupuk asa, kita insyaallah akan selalu termotivasi untuk mengejar target akan janji-janji Allah tersebut. Juga mengisi tiap waktu (detik) kita pada bulan yang mulia ini dengan amal-amal (perbuatan-perbuatan) terbaik kita. Sehingga bulan ini harus jadi Ramadhan yang  jauuuuhhhhh…lebih baik dari Ramadhan tahun lalu.

.

Selamat memupuk asa sahabat. 🙂

Wallahu A’lam

Lirik Lagu: Aku Bisa (oleh : AFI Junior)


Kadang ku takut dan gugup
Dan ku merasa oh-oh tak sanggup
Melihat tantangan di sekitarku
Aku merasa tak mampu

Namun ku tak mau menyerah
Aku tak ingin berputus asa
Dengan gagah berani aku melangkah
Dan berkata aku bisa…

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku harus terus berusaha
Bila ku gagal itu tak mengapa
Setidaknya ku tlah mencoba

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku tak mau berputus asa
Coba terus coba
sampai ku bisa
AKU PASTI BISA!
(instrument)
Namun ku tak mau menyerah
Aku tak ingin berputus asa
Dengan gagah berani aku melangkah
Dan berkata aku bisa…

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku harus terus berusaha
Bila ku gagal itu tak mengapa
Setidaknya ku tlah mencoba

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku tak mau berputus asa
Coba terus coba
sampai ku bisa
AKU PASTI BISA!

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku harus terus berusaha
Bila ku gagal itu tak mengapa
Setidaknya ku tlah mencoba

Aku bisa… aku pasti bisa…
Ku tak mau berputus asa
Coba terus coba
sampai ku bisa
AKU PASTI BISA!

Shaum Ayyamul Bidh yuk (hadits, keutamaan, dan hikmah)

Sahabat, tidak terasa kita sudah memasuki tengah bulan pada bulan hijriah. Bulan pun bersinar dengan terangnya dan tak lagi malu – malu menampakkan wajahnya. Bagi sebagian orang, mungkin menganggap fenomena ini adalah fenomena alam biasa dan harinya pun dilalui dengan biasa-biasa saja.  Untuk seorang peneliti fenomena pasut (pasang – surut) air laut, mungkin fenomena ini adalah salah satu dari sekian  fenomena yang akan mempengaruhi hasil penelitiannya (sekadar info, bahwa pengamatan untuk  penelitian dan pemodelan pasut air laut biasanya memakan waktu berhari – hari, bahkan bertahun – tahun lamanya).

Tapi lain halnya dengan seorang muslim, hari tersebut menjadi suatu hari yang istimewa dimana ia telah diberikan kesempatan untuk bertemu dengan suatu amal ibadah yang mendapakan tempat istimewa, dan melaksanakannya dengan sepenuh hati. Apa itu? Shaum Ayyamul bidh (terjemahan kasar: puasa hari putih/terang ).

Apa sih istimewanya?

Kenapa puasa ini begitu istimewa? Ada beberapa Alasan mengapa puasa ini terasa begitu istimewa ,antara lain:

Bahwa puasa ini memiliki ganjaran yang sangat besar di sisi Allah, sudah tentu kita sebagai umat muslim akan rugi jika melewatkannya.

Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Puasalah tiga hari dari setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang masa.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an Nasai)

Puasa ini juga puasa yang selalu dilakukan (sunah muakkad) oleh teladan terbaik kita Rasulullah Muhammad Saw, dan beliau juga mewasiatkannya kepada para sahabatnya juga umatnya:

Abu Hurairah ra. Berkata, “Teman dekatku (Nabi Muhammad saw.) berpesan tiga hal kepadaku: berpuasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.” (Muttafaq ‘alaih)

Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw. tidak pernah berbuka (tidak berpuasa) pada Ayyamul-Bidh, baik di rumah maupun sedang bepergian.” (h.r. Nasa’i. Sanad hadits ini hasan)

Luar biasa? pastinya…jadi tunggu apa lagi, pasang reminder di HP dan niatkan untuk melakukan puasa ini setiap bulannya.

Kapan, nih?

Terus gimana kalau terlewat atau lupa, atau hari tersebut jatuh pada hari dimana tidak diperbolehkan puasa misalnya…dan apakah harus di tiga hari tersebut?

Mu’adzah Al-Adawiyyah menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah ra., “Apakah Rasulullah saw. berpuasa tiga hari setiap bulan?” Aisyah menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Dari bagian bulan mana beliau berpuasa?” Aisyah menjawab, “beliau tidak peduli dari bagian mana beliau berpuasa.” (h.r. Muslim)

Imam Nawawi berpendapat bahwa tidak ada pengkhususan di hari berapa puasa sunah 3 hari setiap bulannya. Dan Yusuf Qardhawi dalam fiqh puasa juga berpendapat bahwa perbedaan hadits dalam menetapkan hari- hari puasa menunjukkan adanya toleransi. Setiap muslim boleh saja berpuasa di awal bulan, tengah bulan, atau akhir bulan, sesuai dengan kemudahan dan kesempatan yang ia miliki. Tapi kembali kata imam Nawawi, dalam hadits lain dijelaskan bahwa yang paling utamaadalah di harike -13, 14, dan 15 , seprti  dalam hadist:

Wahai Abu Dzarr, jika engkau ingin berpuasa tiga hari dari salah satu bulan, maka berpuasalah pada hari ketiga belas, empat belas, dan lima belas.” (HR. At Tirmidzi)

Nah , gak bingung lagi kan? pastinya…jadi tunggu apa lagi, pasang reminder di HP dan niatkan untuk melakukan puasa ini setiap bulannya.

Hikmah

Wah kalau kita berbicara tentang hikmah pasti akan sangat banyak sekali hikmahnya. Apalagi suatu amalan yang memiliki ganjaran dan keistimewaan seperti ini. Gak akan sampai rasanya pikiran kita untuk melihat hikmahnya satu-persatu.

Salah satu hikmahnya adalah datang dari penelitian fenomenal seorang Psikolog dari Amerika Serikat bernama Arnold Lieber pada tahun 70-an. Bahwa perilaku manusia pada saat bulan purnama akan berubah menjadi  lebih buruk daripada biasanya. Terlepas dari segala kontroversi dan benar atau tidaknya penelitian tersebut. (kalau saya tidak salah baca di sini dan di sini sih masih diperdebatkan  kebenaran dan keabsahan penelitian itu).  Ketika ilmu sains modern mengungkapkan adanya kelabilan emosi manusia saat bulan purnama, Islam telah menganjurkan untuk melaksanakan puasa tepat saat munculnya sang bulan purnama. Islam telah memberi jalan pada umatnya agar tidak terkena pengaruh kelabilan emosi yang terjadi pada tanggal tersebut. Rasulullah menganjurkan kita berpuasa, agar hati kita selalu terjaga dari amarah, nafsu, dan segala sifat buruk lain yang cendrung lebih meluap pada saat itu dibanding saat-saat lainnya. Dengan kata lain Puasa yang umat muslim kenal sebagai pengendali hawa nafsu dan syahwat ini, seakan ditempatkan begitu pas pada saat potensi berbuat keburukan sedang dalam potensi tertingginya.Kebetulan? Pastinya enggak dong.

Luar biasa? pastinya…jadi tunggu apa lagi, pasang reminder di HP dan niatkan untuk melakukan puasa ini setiap bulannya. (haha…pasti bosen sama reminder ini, tenang…kesalah bukan pada mata anda.., emang sengaja kok)

Semoga bermanfaat dan bisa menjadi motivasi kita dalam beramal..Amiin.

Wallahu A’lam Bishawab.

.

Sumber:
-Buku Fiqh Puasa-Ust Yusuf Qardhawi
-Syarah Riyadushshalihin – Imam Nawawi
http://www.associatedcontent.com/article/612189/does_a_full_moon_influence_human_behavior.html?cat=58
http://abcnews.go.com/TheLaw/bad-moon-rising-myth-full-moon/story?id=3426758&page=3
http://nandahanyfa.blogspot.com/2010/03/rahasia-ayyamul-bidh.html

7 Alasan Mencela Diri (Oleh:Khalil Gibran)

7 Alasan Mencela Diri

Oleh:Khalil Gibran

.

Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku

Pertama kali

ketika aku melihatnya lemah padahal seharusnya ia bisa kuat

Kedua kali

ketika melihatnya berjalan terpincang-pincang di hadapan seorang yang lumpuh

Ketiga kali

ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan yang mudah, ia memilih yang mudah

Keempat kalinya,

ketika ia melakukan kesalahan, dan menghibur diri dengan mengatakan bahwa semua orang juga melakukan kesalahan

Kelima kalinya,

ketika ia menghindar karena takut ia mengatakannya sebagai sabar

Keenam kalinya

ketika dia mengejek kepada sebentuk wajah buruk, padahal ia tahu bahwa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia kenakan

Dan ketujuh,

ketika ia menyanyikan lagu pujian, dan menganggap itu sebagai sesuatu yang bermanfaat

Ketika Rajab Menyapa

Allahumma bariklana fii Rajaba wa Sya’ban wa balighna Ramadhan 

Itulah bunyi dari suatu SMS yang dikirim oleh seorang sahabat kepada saya. Selang beberapa saat SMS lain dengan bunyi serupa, hadir secara tiba-tiba dan serentak di ponsel saya beberapa hari yang lalu.

yang artinya kurang lebih:

Ya Allah berkahi kami di Bulan Rajab dan Sya;ban dn sampaikan usia kami hingga Ramadhan

Memang ada perbedaan pendapat tentang keshahihan doa ini. Tapi kalau saya pribadi memilih untuk tidak ambil pusing dan mengambil hikmahnya saja. Bahwa Bulan Rajab sudah datang dan menyapa tanpa ragu, bertanda Ramadhan sudah dekat.

Sudah siapkah kita untuk menyambutnya dengan sebaik-baiknya?

Dan dengan segala keutamaan yang ada, sebesar apakah harapan kita untuk bertemu dengannya?

Oleh karena itu sahabat, yuk kita meminta kepada Allah..untuk mempersiapkan diri kita dan menyampaikan diri kita kepada Ramadhan kedepan.

Amiin..

🙂

Kategori baru: Sastra

Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani
(Umar bin Khattab)

“Sesuatu yg dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa adalah seni dan sastra” (Buya Hamka)

Entah kenapa akhir – akhir ini lagi tertarik dengan hal ini (baca: sastra). Dimotivasi juga oleh kedua petuah oleh kedua orang yang sangat luas ilmunya diatas, tentang pentingnya memepelajari sastra. Akhirnya dibuatlah kategori baru yang khusus mengumpulkan karya-karya sastra buatan sendiri maupun orang  lain yang sangat menginspirasi penulis. Walaupun latar belakang keilmuan dan pengalaman penulis yang sangat jauh dari kata sastra.

Semoga bisa memberikan inspirasi yang sama atau lebih banyak kepada sahabat-sahabat pembaca sekalian.